KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Puji syukur yang sebesar-besarnya
penulis ucapkan kepada kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Etika dan
Riset”. Makalah ini disusun guna memenuhi tugas Etika dan Kode Etik Kesehatan.
Upaya dan usaha telah penulis
berikan untuk makalah ini, namun penulis sadar bahwa makalah ini masih jauh
dari kesempurnaan karena keterbatasan waktu dan keadaan. Oleh karena itu kritik
dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan untuk kesempurnaan makalah
ini.
Atas bantuan dan bimbingan yang
penulis peroleh dari berbagai pihak, maka dalam kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembacanya.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb
Makassar, Januari
2014
KELOMPOK 7
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Mendengar kata RISET atau biasanya yang disebut dengan penelitian, mungkin
pertanyaan awal yang ada dalam benak kita dan setiap orang yang merasa terusik
dengan istilah “penelitian/riset” adalah mengapa orang melakukan penelitian?
pertanyaan sederhana dan mendasar ini pada dasarnya tidak lepas dari sifat
dasar manusia yang serba ingin tahu terhadap sesuatu yang mengusiknya.
Disamping itu, minimal ada empat sebab yang melatar belakangi orang melakukan
penelitian menurut Sukmadinata (2008 : 2), yaitu :
1. Karena pengetahuan, pemahaman dan kemampuan
manusia sangat terbatas dibandingkan dengan lingkungannya yang begitu luas.
Banyak hal yang tidak diketahui, dipahami, tidak jelas dan mneimbulkan keraguan
dan pertanyaan bagi dirinya. Ketidaktahuan, ketidakpahaman, dan ketidakjelasan
seringkali menimbulkan rasa takut dan rasa terancam..
2. Manusia memiliki dorongan untuk
mengetahui atau cariousity. Manusia selalu bertanya, apa itu, bagaimana itu,
mengapa begitu dan sebagainya. Bagi kebanyakan orang, jawaban-jawaban sepintas
dan sederhana mungkin sudah memberikan kepuasan, tetapi bagi orang-orang
tertentu, para ilmuwan, peneliti dan para pemimpin dibutuhkan jawaban yang
lebih mendalam, lebih rinci dan lebih komrehensif.
3. Manusia di dalam kehidupannya selalu
dihadapkan kepada masalah, tantangan, ancaman, kesulitan baik di dalam dirinya,
keluarganya, masyarakat sekitarnya serta dilingkungan kerjanya. Masalah,
tantangan dan kesulitan tersebut membutuhkan penjelasan, pemecahan dan
penyelesaian. Tidak semua masalah dan kesulitan dapat segera dipecahkan.
Masalah-masalah yang pelik, sulit dan kompleks membutuhkan penelitian untuk
pemecahan dan penyelesaiannya.
4. Manusia merasa tidak puas dengan apa
yang telah dicapai, dikuasai, dan dimilikinya, ia selalu ingin yang lebih baik,
lebih sempurna, lebih memberikan kemudahan, selalu ingin menambah dan
meningkatkan “kekayaan” dan fasilitas hidupnya. Berangkat dari landasan berpikir
di atas.
maka dapat disimpulkan bahwa pada prinsipnya orang melakukan
kegiatan penelitian tiada lain disamping untuk memenuhi rasa ingin tahu
terhadap sebuah gejala atau peristiwa juga untuk memecahkan masalah secara
ilmiah dan dapat diterima dengan logika kemanusiaan. Dari hasil penelitian itu
pula maka manusia dapat mengembangkan pengetahuan yang bermakna bagi kehidupan
ilmiah maupun kehidupan sosial. Untuk itulah, dalam kerangka menjaga kemurnian
hasil penelitian yang dilakukan serta untuk menjaga timbulnya berbagai
persoalan dari hasil penelitian yang dilakukan maka persoalan ETIKA menjadi sebuah keniscayaan yang
harus diperhatikan dalam penelitian. Etika yang dimaksud, baik berupa etika
sosial maupun etika ilmiah yang berkaitan langsung dengan aspek penelitian.
B.
Rumusan Masalah
Makalah
ini membahas beberapa masalah, antara lain :
1. Apakah pengertian dari etika ?
2. Apakah pengertian dari riset ?
3. Apakah itu
definisi etika riset?
4.
Apa sajakah prinsip-prinsip dari etika riset?
5.
Bagaimanakah
contoh pelanggaran dari etika riset?
C. Tujuan
Penulisan
Berdasarkan perumusan masalah di atas, tujuan penulisan
makalah ini untuk sebagai berikut :
1. Mengetahui definisi dari etika
2. Mengetahui definisi dari riset
3. Mengetahui definisi etika riset
4. Mengetahui prinsip-prinsip dari
etika riset
5. Mengetahui bagaimana contoh
pelanggaran dari etika riset
Selain
itu, juga untuk memenuhi tugas mata kuliah Etika dan Kode Etik Kesehatan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian etika
Istilah Etika berasal dari bahasa Yunani
kuno. Bentuk tunggal kata ‘etika’ yaitu ethos sedangkan bentuk jamaknya yaitu
ta etha. Ethos mempunyai banyak arti yaitu : tempat tinggal yang biasa, padang
rumput, kandang, kebiasaan/adat, akhlak,watak, perasaan, sikap, cara berpikir.
Sedangkan arti ta etha yaitu adat kebiasaan.Arti
dari bentuk jamak inilah yang melatar-belakangi terbentuknya istilah Etika yang
oleh Aristoteles dipakai untuk menunjukkan filsafat moral. Jadi, secara
etimologis (asal usul kata), etika mempunyai arti yaitu ilmu tentang apa yang
biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan (K.Bertens, 2000).
Etika merupakan
suatu ilmu yang membahas perbuatan baik dan buruk manusia sejauh yang dapat
dipahami oleh pikiran manusia. Dan etika profesi terdapat suatu kesadaran yang
kuat untuk mengindahkan etika profesi pada saat mereka ingin memberikan jasa
keahlian profesi kepada masyarakat yang memerlukan.
Fungsi Etika :
Ø Sarana untuk memperoleh orientasi
kritis berhadapan dengan pelbagai moralitas yang membingungkan.
Ø
Etika ingin menampilkanketrampilan intelektual yaitu
ketrampilan untuk berargumentasi secara rasional dan kritis.
Ø
Orientasi
etis ini diperlukan dalam mengabil sikap yang wajar dalam suasana pluralisme.
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi
Pelanggaran Etika :
Ø Kebutuhan Individu
Ø
Tidak
Ada Pedoman
Ø
Perilaku dan Kebiasaan Individu Yang Terakumulasi dan Tak
Dikoreksi
Ø
Lingkungan Yang Tidak Etis
Ø Perilaku Dari Komunitas
B. Pengertian riset
Berikut beberapa pengertian riset :
The
Advanced Learner’s Dictionary of Current English (1961) ialah penyelidikan atau
pencarian yang seksama untuk memperoleh fakta baru dalam cabang ilmu
pengetahuan.
Fellin,
Tripodi dan Meyer (1969) riset adalah suatu cara sistematik untuk maksud
meningkatkan, memodifikasi dan mengembangkan pengetahuan yang dapat disampaikan
(dikomunikasikan) dan diuji (diverifikasi) oleh peneliti lain. Pada dasarnya
riset adalah setiap proses yang menghasilkan ilmu pengetahuan.
Menurut
Clifford Woody riset adalah suatu pencarian yang dilaksankan dengan teliti
untuk memperoleh kenyataan-kenyataan atau fakta atau hukum-hukum baru. Di
dalamnya terdapat usaha dan perencanaan yang sungguh-sungguh yang relatif makan
waktu yang cukup lama.
Whiteney
(1950) mengatakan, bahwa di dalam riset terkandung suatu attidute yang gandrung
dan cinta akan adanya perubahan-perubahan.
Berkner
(1985), bahwa riset adalah usaha secara ilmiah untuk mendapatkan dan memperluas
ilmu yang telah dimiliki. Folson, dalam tahun yang sama, mengemukakan, bahwa
riset adalah kegiatan ilmiah untuk menemukan sesuatu yang baru sama sekali.
Trullinger
(1951) mengemukakan bahwa riset adalah kegiatan ilmiah untuk mendapatkan atau
menembus batas-batas ilmu yang telah ada.
True
(1907) mengatakan bahwa riset itu adalah usaha-usaha ilmiah untuk mencari
jawaban-jawaban masalah tertentu.
F.
Rumawas (1973-1974) mengatakan bahwa penelitian itu adalah suatu usaha manusia
untuk mengisi kekosongan illmu pengetahuan.
National
Science Foundation (1956) memberikan pengertian bahwa riset itu adalah usaha
pencarian secara sistematik dan mendalam untuk mendapatkan ilmu pengetahuan
yang lebih luas dan lebih sempurna tentang subyek yang sedang dipelajari.
Uraian yang lebih jelas kiranya dapat diperoleh dari uraian Sutrisno Hadi
(1978) sebagai berikut: riset berarti usaha menemukan, mengembangkan dan menguji
suatu pengetahuan secara ilmiah. Penelitian didefinisikan sebagai: “Suatu usaha
untuk menemukan, mengembangkan, dan menguji kebenaran suatu pengetahuan, dan
usaha-usaha itu dilakukan dengan metode ilmiah” (Sutrisno Hadi, 2001).
C.
Definisi
etika penelitian (riset)
Berikut etika penelitian yang dimaksud :
A.
Penelitian sebagai Pencarian Ilmiah
yang berpola
Tujuan akhir dari suatu penelitian adalah mengembangkan dan menguji teori. Oleh karena itu, penelitian harus dilandaskan pada teori-teori yang relevan dengan masalah penelitan yang diangkat. McMilan dan Schumacher mengutip pendapat Walberg (1986), mengatakan bahwa ada lima langkah pengembangan pengetahuan melalui penelitian, yaitu:
(1) mengidentifikasi masalah
penelitian,
(2) melakukan studi empiris,
(3) melakukan replikasi atau
pengulangan,
(4) menyatukan (sistesis) dan
mereviu,
(5) menggunakan dan mengevaluasi
oleh pelaksana.
Suatu teori dapat menjelaskan dan meramalkan fenomena-fenomena alamiah. Dari
perilaku atau kegiatan-kegiatan terlepas yang dilakukan oleh siswa atau guru
umpamanya, peneliti dapat memberikan penjelasan umum tentang hubungan diantara
perilaku atau kegiatan pembelajaran. Dari penjelasan-penjelasan umum tersebut
terbentuk prinsip-prinsip dasar, dalil konstruk, proposisi yang kesemuanya akan
membentuk teori. Mengenai teori ini, lebih jauh Fred N Kerlinger (1986)
mengemukakan bahwa “…. a theory as a set of interrelated constructs and
proposition that specify relations among variables to explain and predict
phenomena”. Dalam rumusan Kerlinger tersebut ada tiga hal penting dalam suatu
teori yaitu:
(1)
suatu teori dibangun oleh seperangkat proposisi dan kontruk,
(2)
teori menegaskan hubungan di antara sejumlah variabel,
(3)
teori menjelaskan dan memprediksi fenomena-fenomena.
Pencarian Ilmiah
Pencarian ilmiah (scintific inquiry) adalah suatu kegiatan untuk menemukan pengetahuan dengan menggunakan metode-metode yang diorganisasikan secara sistematis, dalam mengumpulkan, menganalisis dan menginterpretasikan data. Pengertian ilmiah berbeda dengan ilmu. Ilmu merupakan struktur atau batang tubuh pengetahuan yang telah tersusun, sedang ilmiah adalah cara mengembangkan pengetahuan.
Metode ilmiah merupakan suatu cara pengkajian yang berisi proses dengan langkah-langkah tertentu. MicMilan dan Schumacher (2001) membaginya atas empat langkah yaitu: (1) define a problem, (2) state the hypotthesis to be tested, (3) colect and analyze data, and (4) interprete the results and draw conclusions obout the problem. Hampir sama dengan McMilan dan Schumacher, John Dewey membagi langkah-langkah pencarian ilmiah yang disebutnya sebagai “reflective thinking”, atas lima langkah yaitu: (1) mengedentifkasi masalah, (2) merumuskan dan membatasi masalah, (3) menyusun hiotesis, (4) mengumpulkan dan menganalisis data, (5) menguji hipotesis dan menarik kesimpulan.
Pencarian Berpola
Pencarian berpola (disiplined inquiry), merupakan suatu prosedur pencarian dan pelaporan dengan menggunakan cara-cara dan sistemtika tertentu, disertai penjelasan dan alasan yang kuat. Pencarian berpola bukan merupakan suatu pencarian yang bersifat sempit dan mekanistis, tetapi mengikuti prosedur formal yang telah standar. Prosedur pencarian ini pada tahap awalnya bersifat spekulatif, mencoba menggabungkan de-ide dan metode-metode, kemudian menuangkan ide-ide dan metode tersebut dalam suatu prosedur yang baku. Laporan dari pencarian berpola berisi perpaduan antara argumen-argumen yang didukung oleh data dengan proses nalar, yang disusun dan dipadatkan menghasilkan kesimpulan berbobot.
Pencarian berpola terutama dalam ilmu sosial termasuk pendidikan, bukan hanya menunjukkan pengkajian yang sistematik, tetapi juga pengkajian yang sesuai dengan disiplin ilmunya.
B. Objektivitas
Penelitian harus memiliki objektiviatas (objektivity) baik dalam
karakteristik maupun prosedurnya. Objektivitas dicapai melalui keterbukaan,
terhindar dari bias dan subjektivitas. Dalam prosedurnya, penelitian
menggunakan tekhnik pengumpulan dan analisis data yang memungkinkan dibuat
interpretasi yang dapat dipertanggung jawabkan. Objetivitas juga menunjukkan
kualitas data yang dihasilkan dari prosedur yang digunakan yang dikontrol dari
bias dan subjektivitas.
C. Ketepatan
Penelitian juga harus memiliki tingkat ketepatan
(precision), secara tekhnis instrumen pengumpulan datanya harus memimiliki
validitas dan reliabilitas yang memadai, desain penelitian, pengambilan sampel
dan tekhnik analisis datanya tepat. Dalam penelitian kuantitatif, hasilnya
dapat dilang dan diperluas, dalam penelitian kualitatif memiliki sifat reflektif
dan tingkat komparasi yang konstan.
D. Verifikasi
Penelitian dapat diverifikasi, dalam arti dapat
dikonfirmasikan, direvisi dan diulang dengn cara yang sama atau berbeda.
Verifikasi dalam penelitian kualitatif berbeda dengan kuantitatif. Penelitian
kualitatif memberikan interpretasi deskriptif, verifikasi berupa perluasan,
pengembangan tetapi bukan pengulangan.
E. Empiris
Penelitian ditandai oleh sikap dan dan pendekatan empiris
yang kuat. Secara umum empiris berarti berdasarkan pengalaman praktis. Dalam penelitian
empiris kesimpulan didasarkan atas kenyataan-kenyataan yang diperoleh dengan
menggunakan metode penelitian yang sistematik, bukan berdasarkan pendapat atau
kekuasaan. Sikap empiris umumnya menuntut penghilangan pengalaman dan sikap
pribadi. Kritis dalam penelitian berarti membuat interpretasi berdasarkan
kenyataan dan nalar yang didasarkan atas kenyataan-kenyataan (evidensi).
Evidensi adalah data yang diperoleh dari penelitian, berdasarkan hasil analisis
data tersebut interpretasi dibuat.
F. Penjelasan Ringkas
Penelitian mencoba memberikan penjelasan tentang hubungan
antar fenomena dan menyederhanakannya menjadi penjelasan yang ringkas. Tujuan
akhir dari sebuah penelitian adalah mereduksi realita yang kompleks kedalam
penjelasan yang singkat. Dalam penelitian kuantitatif penjelasan singkat
tersebut berbentuk generalisasi, tetapi dalam penelitian kualitatif berbentuk
deskriptif tentang hal-hal yang esensial atau pokok.
G. Penalaran Logis
Semua kegiatan penelitian menuntut penalaran logis.
Penalaran merupakan proses berpikir, menggunakan prinsip-prinsip logika
deduktif atau induktif. Penalaran deduktif, penarikan kesimpulan dari umum ke
khusus. Dalam penalaran deduktif, bila premisnya benar maka kesimpulannya
otomatis benar. Logika deduktif dapat mengidenfikasi hubungan—hubungan baru
dalam pengetahuan yang ada. Dalam penalaran induktif. Peneliti menarik
kesimpulan berdasarkan hasil sejumlah pengamatan kasus-kasus (individual,
situasi, peristiwa), kemudian peneliti membuat kesimpulan yang bersifat umum.
H. Kesimpulan Kondisional
Kesimpulan hasil penelitian tidak bersifat absolut.
Penelitian perilaku dan juga ilmu kealaman, tidak menghasilkan kepastian,
sekalipun kepastian relatif. Semua yang dihasilkan adalah pengetahuan
probabilistik. Penelitian boleh dikatakan hanya mereduksi ketidaktentuan. Oleh
karena demikian, baik kesimpulan kualitatif maupun kuantitatif, bersifat
kondisional. Para peneliti seringkali menekankan/menuliskan bahwa hasil
penelitiannya “cenderung menunjukkan atau memberikan kecenderungan”.
Pada bagian lain, berkenaan dengan etika sosial, Kemmis dan Taggart dalam Hopkins(1993 : 221-223) menjelaskan bahwa terdapat beberapa etika/pedoman yang harus ditaati sebelum, selama dan sesudah penelitian dilakukan sebagai berikut :
1. Meminta kepada orang-orang, panitia, atau yang berwenang persetujuan dan ijin.
2. Ajaklah kawan-kawan sejawat terlibat dan berpartisipasi dalam penelitian.
3. Terhadap yang tidak langsung terlibat, perhatikan pendapat mereka.
4. Penelitian berlangsung terbuka dan transparan, saran-saran diperhatikan, dan kawan sejawat dperbolehkan mengajukan protes.
5. Meminta iizin eksplisit, untuk mengobservasi dan mencatat kegiatan mitra peneliti, tidak termasuk izin dari siswa apabila penelitian bertujuan meningkatkan pembelajaran.
6. Minta izin untuk membuka dan mempelajari catatan resmi, surat menyurat dan dokumen. Membuat fotokopi hanya diperkenankan apabila di ijinkan.
7. Catatan dan deskripsi kegiatan hendaknya relevan, akurat dan adil.
8. Wawancara, pertemuan atau tukar pendapat tertulis hendaknya memperhatikan pandangan lain, relevan, akurat dan adil.
9. Rujukan langsung, rujukan observasi, rekaman, keputusan, kesimpulan, atau rekomendasi hendaknya mendapat izin atau otorisasi kutipan.
10. Laporan disusun untuk kepentingan yang berbeda, seperti laporan verbal pada pertemuan staf jurusan, tertulis untuk jurnal, surat kabar, orang tua murid dan lain-lain.
11. Tanggung jawab untuk hal-hal atau pribadi-pribadi yang sifatnya konfidensial.
12. Semua mitra penelitian mengetahui dan menyetujui prinsip-prinsip kerja di atas, sebelum penelitian berlangsung.
13. Hak melaporkan kegiatan dan hasil penelitian, apabila sudah disetujui oleh para mitra peneliti, dan laporan tidak bersifat melecehkan siapapun yang terlibat, maka laporan tidak boleh diveto atau dilarang karena alasan kerahasiaan.
D.
Prinsip-prinsip
etika penelitian (riset)
3 prinsip utama etika riset atau
penelitian yang perlu dipahami dan diterapkan oleh peneliti adalah :
1.
Beneficence
Yang pada
dasarnya adalah di atas segalanya tidak boleh membahayakan. Prinsip ini
mengandung 4 dimensi:
a. Bebas dari
bahaya, yaitu peneliti
harus berusaha melindungi subjek yang diteliti, terhindar dari bahaya atau
ketidaknyamanan fisik atau mental.
b.
Bebas dari
eksploitasi, keterlibatan
peserta dalam penelitian tidak seharusnya merugikan mereka atau memaparkan
mereka pada situasi yang mereka tidak disiapkan.
c. Manfaat dari
penelitian, manfaat
penelitian yang paling penting adalah meningkatnya pengetahuan atau penghalusan
pengetahuan yang akan berdampak pada subjek individu, namun lebih penting lagi
apabila pengetahuan tersebut dapat mempengaruhi suatu disiplin dan anggota
masyarakat.
d. Rasio antara
resiko dan manfaat, peneliti dan penilai (reviewer)
harus menelaah keseimbangan antara manfaat dan resiko dalam penelitian.
2.
Menghargai Martabat Manusia
Menghormati martabat subjek meliputi :
a.
Hak untuk self
determination (menetapkan sendiri)
Prinsip self
determination ini mengandung arti bahwa subjek mempunyai hak untuk memutuskan
secara sukarela apakah dia ingin berpatisipasi dalam suatu penelitian, tanpa
beresiko untuk dihukum, dipaksa, atau diperlakukan tidak adil.
b.
Hak untuk
mendapatkan penjelasan lengkap
(full disclosure)
Penjelasan lengkap berarti bahwa
peneliti telah secara penuh menjelaskan tentang sifat penelitian,hak subjek
untuk menolak berperan serta, tanggung jawab peneliti, serta kemungkinan resiko
dan manfaat yang bisa terjadi.
3.
Mendapatkan Keadilan
Prinsip ini
mengandung hak subjek untuk mendapatkan perlakuan yang adil dan hak mereka
untuk mendapatkan keleluasaan pribadi. Hak mendapatkan perlakuan yang adil berarti subjek
mempunyai hak yang sama, sebelum, selama, dan setelah partisipasi mereka dalam
penelitian. Perlakuan yang adil mencakup aspek-aspek sebagai berikut:
a) Seleksi subjek
yang adil dan tidak diskriminatif.
b) Perlakuan yang
tidak menghukum bagi mereka yang menolak atau mengundurkan diri dari
kesertaannya dalam penelitian, walaupun dia pernah menyetujui untuk
berpartisipasi.
c) Penghargaan
terhadap semua persetujuan yang telah dibuat antara peneliti atau subjek,
termasuk prosedur dan pembayaran atau tunjangan yang telah dijanjikan.
d) Subjek dapat mengakses penelitian
setiap saat diperlukan untuk mengklarifikasi informasi.
e) Subjek dapat
mengakses bantuan professional yang sesuai apabila terjadi gangguan fisik atau
psikologis.
f) Mendapatkan
penjelasan, jika diperlukan yang tidak diberikan sebelum penelitian dilakukan
atau mengklarifikasi isu yang timbul selama penelitian.
g) Perlakuan yang penuh rasa hormat selama
penelitian
E. Contoh pelanggaran dari etika riset
(penelitian)
Dalam masa
modern ini pelanggaran terhadap moral tidak boleh terjadi. Pengalaman
kedokteran NAZI pada tahun 1930an – 1940an merupakan contoh pelanggaran etik
yang sangat terkenal. Program penelitian Nazi melibatkan tawanan perang dan ras
tertentu dalam mengetes daya tahan manusia dan reaksi manusia terhadap penyakit
dan obat yang tidak di test. Penelitian ini tida beretika bukan hanya mereka
mendapatkan penyiksaan secara fisik akan tetapi mereka juga tidak memiliki
kesempatan untuk menolak berpartisipasi.
Beberapa
penelitian yag melanggar etik diantaranya penelitian yang dilakukan tahun 1932
dan 1972 yang dikenal sebagai The Tuskegee Syphilis Study, yang disponsori oleh
Departemen Kesehatan yang mengidentifikasi efek syphilis pada 400 laki-laki
dari komunitas Afrika-Amerika. Contoh lain adalah menginjeksi sel kanker hidup
pada pasien orang tua di Rumah Sakit Penyakit Kronis Yahudi di Brooklyn, yang
tidak menjelaskan dahulu kepada pasien.
Kode etik
penelitan internasional yang dinamakan sebagai Nuremberg Code, dibuat setelah
kejadian yang dilakukan oleh NAZI. Pada tahun 1964 Declaration Helsinki,
diadopsi oleh World Medical Association dan direvisi pada tahun 2000.
Tujuan suatu
penelitian adalah menghasilkan pengetahuan ilmiah yang hanya bisa diperoleh
melalui penelitian, pelaporan, dan publikasi yang dilakukan secara jujur.
Walaupun demikian, masih tetap banyak publikasi penelitian di berbagai jurnal
ilmiah terkenal ternyata melibatkan prilaku curang.
Beberapa isu
yang relevan dengan masalah pelanggaran ilmiah berhubungan kecurangan dalam
mempublikasikan penelitian, adalah:
a.
Definisi
kecurangan ilmiah
b.
Perkembangan
kebijakan
c.
Identifikasi
mekanisme untuk menyampaikan kebijakan kepada ilmuwan
d.
Penetapan
kenggotaan dari komite etik penelitian
e.
Pengembangan
proses pemberitahuan tentang bantuan donor dan jurnal
f.
Pencegahan dan
peran telaah sejawat
Contoh
ketidakjujuran dalam penelitian:
a. Pemalsuan, penyampaian
suatu temuan tentang informasi yang tidak pernah ada
b. Manipulasi
desain atau metode,
secara sengaja merencanakan desain studi atau metode pengumpulan data,
sehingga hasil menjadi bias terhadap hipotesis penelitian
c. Menahan atau
memanipulasi data secara selektif, memilih hanya data yang konsisten dengan hipotesis
penelitian dan membuang yang lainnya
d. Plagiat, secara sengaja
menggunakan hasil atau ide orang lain sebagai miliknya
e. Kolaborasi yang
tidak bertanggung jawab,
gagal berperan serta dalam suatu tim penelitian atau melaksanakan tanggung
jawab sebagai co-author.
BAB III
PENUTUP
1.
KESIMPULAN
Dari penjelasan panjang yang kami
sajikan dalam makalah ini, akhirnya dapat disimpulkan bahwa etika dalam
penelitian (riset) merupakan sebuah keniscayaan untuk dijadikan sebagai piranti
sekaligus pedoman untuk menghindari kegagalan dalam penelitian. Etika yang
dimaksud baik yang berkenaan dengan etika ilmiah maupun etika sosial.
Mengedepankan etika sebagai sumber kepatutan dalam penelitian tidak lepas dari
esensi kegiatan penelitian itu sendiri yaitu untuk menemukan kebenaran dan
kemudian mengkontruksi kebenaran itu menjadi sebuah teori. Jadi, kebenaran
tercapai setelah persetujuan melalui diskusi kritis (Skiner, 1985 : 128-131).
Diskusi yang dimaksud dalam konteks penelitian adalah memenuhi kaidah-kaidah
etika yang ada dan menjadi kesepakatan tidak tertulis guna memperoleh kebenaran
yang bersifat probabilistik.
Etika membantu
manusia untuk melihat secara kritis moralitas yang dihayati masyarakat, etika
juga membantu kita untuk merumuskan pedoman etis yang lebih adekuat dan
norma-norma baru yang dibutuhkan karena adanya perubahan yang dinamis dalam
tata kehidupan masyarakat. Sebagai seorang peneliti perlu memahami berbagai
aspek terkait etika penelitian, terutama memahami 3 prinsip etika penelitian (riset), yaitu
beneficence, menghargai martabat manusia, dan mendapatkan keadilan.
2. SARAN
Setelah membaca
tulisan ini,diharapkan pembaca terutama para mahasiswa yang sedang dalam penelitian, dapat
memahami dan mengaplikasikan etika penelitian dengan baik.